SANG INDUK DIRUNDUNG SOAL
(Catatan Ringan Terkait Persoalan Kab. Kupang)
Oleh : Adi Nange - Pegiat NGO
Masih jelas dalam ingatan kita,
persoalan pencabutan SK Bupati Kupang untuk perpanjangan masa kerja bagi
beberapa pejabat di lingkup Kabupaten Kupang yang sangat mengejutkan, kita
dikagetkan lagi dengan pemberitaan media massa lokal di NTT yang banyak
menyoroti persoalan mutasi atau perpindahan 170 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang ke kabupaten yang baru dimekarkan,
Kabupaten Sabu Raijua. Proses perpindahan 170 PNS ini terindikasi ada sejumlah persoalan
administratif birokrasi dan bahkan disinyalir sarat dengan muatan politis.
Lebih parahnya lagi, sempat ada sentimen etnis yang terkuak dalam proses
tersebut.
Sebelum jauh beropini terkait dengan
maraknya pemberitaan media tentang persoalan di Kabupaten Kupang, saya ingin
mengatakan bahwa kalau kita benar-benar mengatakan dalam hati, bae sonde bae flobamora lebe bae, maka
buang jauh-jauh sentimen etnis tersebut. Sekalipun terasa bahwa benar dan ada
sentimen tersebut.
Dasar opini saya hanya sederhana,
kenapa persoalan birokratis semacam ini harus terjadi di Kabupaten Kupang
menjelang usianya yang ke-51 tepatnya tanggal 9 Agustus
1958. Secara
kasar, orang Kupang akan mengatakan bahwa sonde
ada satu setan, dua binatang yang menyangkal kalo Kabupaten Kupang adalah
induk dari Kota Kupang, Kab. Rote Ndao dan Kab. Sabu Raijua. Sekali lagi,
kenapa persoalan birokratis
itu harus terjadi di Kabupaten Kupang yang nota bene adalah kabupaten yang
telah melahirkan tiga daerah otonom..?? Logikanya, sudah tidak pantas persoalan
semacam itu terjadi di Kabupaten Kupang, kabupaten yang seharusnya telah matang
dalam tata pemerintahan lokal.
Cukup masuk akal apa yang disampaikan oleh para
PNS yang menolak dipindahkan ke Kabupaten Sabu Raijua. Sebagaimana alasan yang
dikemukakan bahwa mutasi bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, yang telah diubah dengan UU nomor 43
Tahun 1999 pasal 12, 13, dan 17 menyangkut manajemen PNS yang yang tugas
pokoknya adalah mewujudkan pembangunan yang berdayaguna melalui pembinaan
berdasarkan berdasarkan sistem prestasi kerja dan karier, jo PP Nomor 100 Tahun
2000 sebagaimana dirubah dengan PP Nomor 13 Tahub 2002 Tentang Norma, standar
dan prosedur dalam pengangkatan, pemberhentian dari dan dalam jabatan.
Dengan begitu, maka setiap proses mutasi PNS tidak
semata hak prerogatif dari pimpinan daerah. Melainkan ada sejumlah aturan dan
mekanisme yang harus dipertimbangkan secara baik dan benar.
Disaat masyarakat pembaca sementara hangat-hangatnya
mengikuti perkembangan persoalan mutasi 170 PNS Kabupaten Kupang ke Kabupaten
Sabu Raijua, PTUN Kupang mengeluarkan keputusan yang memenangkan SEKDA Barnabas
nDjurumana Cs. Dimana putusan PTUN tersebut mengabulkan gugatan para penggugat
(Barnabas nDjurumana Cs) seluruhnya. Selain itu juga menyatakan batal SK Bupati
sesuai SK yang diterima masing-masing penggugat, seperti Barnabas B. nDjurumana,
No. 821/06/IV/2009 tanggal 21 April 2009 tentang Pencabutan SK Bupati No.
SK.800/562/63.A/2008/UP tanggal 18 September 2008, tentang Perpanjangan Batas
Usia Pensiun Bagi Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemkab Kupang.
Bunyi putusan serupa berlaku untuk lima penggugat lainnya sesuai nomor SK
Bupati dan tanggal pencabutannya masing-masing. Selain itu juga, memerintahkan
kepada tergugat untuk mencabut SK Bupati Kupang tentang Pencabutan SK Bupati
Kupang terkait dengan perpanjangan batas usia pensiun bagi pejabat struktural
eselon II di lingkup Kabupaten Kupang. Bahkan putusan PTUN Kupang juga
memerintahkan kepada tergugat untuk melakukan rehabilitasi nama baik serta
mengembalikan kedudukan para penggugat pada jabatannya atau jabatan
setingkatnya.
Putusan PTUN Kupang tersebut, bagaikan oase di
padang gurun. Ke-170 PNS yang mempersoalkan kepindahan ke Kabupaten Sabu Raijua
semakin semangat untuk menentangkan kebijakan Bupati Kupang yang dianggap
arogan dan kurang mempertimbangkan sejumlah tata aturan, dan hanya mengacu pada
hak prerogatif semata.
Gayung bersambut. Putusan PTUN Kupang didesak
untuk segera direalisasi dan 170 PNS terus mendengungkan protes atas kebijakan
yang kurang bijaksana.
Ada Apa Dengan Bupati
Kupang?
Sebagaimana diketahui bersama bahwa Kabupaten
Kupang merupakan induk dari tiga daerah otonom, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao dan
Kab. Sabu Raijua. Namun begitu kabupaten tersebut masih saja menghadapi
persoalan administrasi birokrasi yang menyebabkan protes dan bahkan kebijakan
yang dikeluarkan oleh Bupati harus dibawa ke dalam ranah hukum.
Kalau begitu, dengan telah melahirkan tiga daerah
otonom, apakah menjamin bahwa tata birokrasi suatu daerah telah mapan?.
Sebenarnya tidak juga, karena kemapanan tata birokrasi dalam suatu pemerintahan
sangat berpengaruh pada siapa yang memimpin, selain dari sistem pemerintahan
itu sendiri. Jadi, bisa saja masalah tersebut terjadi di Kabupaten Kupang,
induk dari tiga daerah otonom.
Bisa saja bahwa sistem pemerintahan dan
kepemimpinan yang lalu telah menunjukkan kemapanan birokrasi di kabupaten
Kupang, sehingga telah melahirkan tiga daerah otonom. Dan bisa saja,
kepemimpinan saat ini belum beradaptasi dan mengimbangi dengan kemapanan
birokrasi di Kabupaten Kupang.
Ada apa dengan Bupati Kupang saat ini sehingga
harus menghadapi persoalan birokrasi semacam ini? Mungkinkah daya dorong
kepentingan politik begitu besar sehingga memunculkan sikap kurang bijaksana
dalam mengambil keputusan? Apa mungkin dinamika birokrasi saat ini telah
berbeda dengan kepemimpinan yang ada pada masa yang lalu? Akan ada banyak
pertanyaan ketika kita mendekatkan diri dengan persoalan birokrasi di Kabupaten
Kupang. Namun tentunya semua pertanyaan itu hanya bermuara pada satu
pertanyaan, Ada apa dengan Bupati Kupang?
Pertanyaan tersebut merupakan representasi dari
banyak pertanyaan yang bisa dimunculkan. Karena memang Bupatilah yang memiliki
peran penting atas semua persoalan di daerah otonom tersebut. Sehingga jangan
marah kalau dalam persoalan ini, akan banyak bermunculan pertanyaan subjektif
yang mengarah pada sang Bupati.
Mengacu pada pertanyaan, ada apa dengan Bupati
Kupang, maka dapat dikatakan bahwa Bupati Kupang periode 2009-2014, yang
dilantik Rabu 25 Maret 2009, dalam menjalankan roda pemerintahan, terlalu
terburu-buru untuk mengambil keputusan-keputusan yang signifikan dalam roda
pemerintahannya. Sebab, baru beberapa minggu menjabat sebagai pemimpin di
Kabupaten Kupang, sang Bupati telah merespon negatif SK Bupati No.
SK.800/562/63.A/2008/UP tanggal 18 September 2008 tentang Perpanjangan Batas
Usia Pensiun Bagi Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemkab Kupang.
Selain itu juga, Bapak Bupati Kupang sepertinya
terobsesi untuk secepat mungkin Kabupaten Sabu Raijua mandiri, sehingga tanpa
banyak pertimbangan mengambil kebijakan pemindahan 170 PNS dari Kabupaten Kupang.
Bahkan juga terlihat jelas dari pemberitaan media massa bahwa, Bupati Kupang
terlalu buru-buru dalam menanggapi setiap protes, sehingga terkesan emosional
dan salah sasaran dalam mengeluarkan pernyataan.
Diakhir tulisan ini, saya hanya ingin mengatakan
bahwa sang Bupati Kupang perlu Cooling
Down dan merefleksikan arah serta tujuan kepemimpinannya. Serta mencari
relasi yang tepat untuk mediskusikan persoalan ini. Jangan mendiskusikan
persoalan ini dengan orang atau kelompok yang memiliki kepentingan tertentu.
Bahkan sebaiknya lebih banyak mendengar daripada terburu-buru untuk
mengeluarkan pernyataan. Kalau tidak, kasihan dengan sang induk dari tiga
daerah otonom. Kenapa sang induk yang harus dirundung soal? Bukannya memberikan
teladan bagi anak-anaknya.***
Opini tersebut dimuat pada
Harian Kota KURSOR
Sabtu, 8 Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar