RAKYAT DAN KEBIJAKAN PUBLIK1)
Oleh.
Adi Nange2)
CATATAN PEMBUKA
Sesuai
dengan Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh penyelenggara kegiatan ini
kepada saya, maka pada kesempatan ini saya diminta untuk menyampaikan pemikiran
mengenai: “Kebijakan yang Mendorong
Pelibatan Aktif Orang Terinveksi HIV dalam Penanggulangan AIDS di Kabupaten
Kupang”. Namun tanpa seijin penyelenggara kegiatan, saya merubah judulnya
menjadi sebagaimana yang tertera dalam makalah ini dengan maksud untuk tujuan
yang ingin dicapai panitia dari kegiatan ini bisa terpenuhi. Untuk itu saya
mohon maaf.
Agar
diskusi ini lebih terfokus pada judul, maka makalah ini akan dijabarkan dengan
sistematika sebagai berikut: Pertama,
Catatan Pembuka. Kedua, Memahami
Kebijakan Publik. Ketiga, Partisipasi
Rakyat Dalam Setiap Tahapan Kebijakan Publik. Keempat, Pengalaman PIAR NTT dalam mendorong keterlibatan rakyat
pada Setiap Tahapan Kebijakan Publik. Kelima,
Catatan Penutup.
MEMAHAMI
KEBIJAKAN PUBLIK
Dari berbagai kepustakaan, disebutkan bahwa kebijakan publik
atau public policy adalah suatu
aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mengatur kehidupan bersama untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu (William Dunn,
1998:24)3).
Setiap kebijakan publik mempunyai tujuan-tujuan baik yang
berorientasi pencapian tujuan maupuan pemecahan masalah ataupun kombinasi dari
keduanya. Secara padat Tachjan (Diktat Kuliah Kebijakan Publik, 2006ii:31)
menjelaskan tentang tujuan kebijakan publik bahwa tujuan kebijakan publik
adalah dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian dengan public
goods (barang publik) maupun public service (jasa publik).
Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan kualitas
hidup baik fisik maupun non-fisik.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Bromley dalam Tachjan
(2006ii:17), kebijakan publik memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan
hierarki kebijakan, yaitu: policy level, organizational level, operational
level. Dalam suatu negara demokratis policy level diperankan oleh lembaga
yudikatif dan legislatif, sedang organizational level diperankan oleh
lembaga eksekutif. Selanjutnya operational level dilaksanakan oleh
satuan pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian4).
Dalam pembuatan kebijakan publik ada 6 (enam) indikator yang
saling berkaitan dan harus diperhatikan, yakni: Pertama, INPUT/Masukan. Input ini biasanya meliputi
potensi/sumberdaya (Manuasia, Dana, Fasilitas Penunjang) yang diperlukan dan
dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Kedua,
PROSES. Upaya yang dilakukan dalam rangka merubah Input menjadi Output. Ketiga, OUTPUT/KELUARAN. Sesuatu yang
diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan baik berupa fisik maupun non
fisik. Keempat, OUTCOME/HASIL. Segala
sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Output
atau hasil nyata yang diperoleh setelah adanya Output. Kelima,
BENEFIT/DAMPAK. Manfaat yang diperoleh dari adanya indikator hasil. Keenam, IMPACT/DAMPAK. Pengaruh yang
ditimbulkan dari adanya manfaat yang diperoleh dari hasil suatu kegiatan yang
lebih bersifat makro atau regional.
Kebijakan public juga idealnya memilki siklus/tahapan
terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu: Perumusan kebijakan. Implementasi
kebijakan, serta Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan. dengan
siklus seperti ini, maka efektivitas suatu kebijakan publik sangat ditentukan
oleh proses kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi.
Ketiga aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas
serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai suatu masalah
publik atau tujuan tertentu tercapai.
PARTISIPASI
RAKYAT DALAM SETIAP TAHAPAN KEBIJAKAN PUBLIK
Tidak ada demokrasi tanpa
partisipasi rakyat5).
Dalam konteks bernegara, partisipasi dipahami sebagi persoalan relasi
kekuasaan, atau relasi ekonomi politik, yang dianjurkan oleh demokrasi. Pada
tataran governance, partirtisipasi rakyat merupakan korelasi antara negara
(pemerintah) dan rakyat. Negara adalah pusat kekuasaan kewenngan dan
kebijaksanaan yang mengatur (mengelola) alokasi barang-barang (sumber daya)
publik pada rakyat. Sedangkan di dalam rakyat terdapat hak sipil dan hak
politik, kekuatan masa dan kebutuhan hidup, dll. Dengan demikian partisipasi
adalah jembatan penghubung antara negara dan masyarakat agar pengelolaan
barang-barang publik membuahkan kesejahteraan dan human well being.
Dari sudut pandang negara, demokrasi
mengajarkan partisipasi sangat dibutuhkan untuk membangun pemerintahan yang
akuntabel, transparan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tiadanya
partisipasi menabur pemerintahan yang otoriter dan korup, dari sisi rakyat,
partisipasi adalah kunci pemberdayaan, atau penguatan peran. Partisipasi
memberikan ruang dan kapasitas rakyat untuk kebutuhan dan hak-hak mereka,
mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengefektifkan peran rakyat serta membangun
kemandirian masyarakat.
Dalam konteks governance,
partisipasi menempatkan pada posisi yang sebenarnya (Sutoro Eko: 2003) Pertama, rakyat bukanlah hamba (client)
melainkan sebagai warga negara (citizen). Jika hamba memperlihatkan kepatuhan
secara total, maka konsep warga negara menganggap bahwa setiap individu adalah
pribadi yang utuh dan mempunyai hak penuh untuk memiliki. Kedua, rakyat bukan dalam posisi yang diperintah tetapi sebagai
partner pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. Ketiga, partisipasi bukanlah pemeberian
pemerintah tetapi sebagai hak rakyat sebagai warga negara. Keempat, rakyat bukan sebagai sekedar objek pasif penerima manfaat
kebijakan pemerintah, tetapi sebagai aktor atau subjek yang aktif menentukan
kebijakan.
Makna subtantif dari partisipasi
rakyat adalah kontrol rakyat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses
politik yang terkait dengan pemerintah. Secara
teori, control rakyat dapat meliputi kontrol internal (self-control) dan
kontrol eksternal. Artinya kontrol bukan saja menyangkut kapasitas rakyat
melakukan pengawasan (pemantauan) terhadap kebijakan (implementasi dan resiko)
dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan rakyat melakukan penilaian secara
kritis dan reflektif terhadap resiko-resiko atas tindakan mereka.
Dalam kaitannya dengan kebijakan
publik, rakyat dapat berpartisipasi dalam setiap tahapan, yakni mulai dari Perumusan
kebijakan. Implementasi kebijakan, serta Pengawasan dan penilaian (hasil)
pelaksanaan kebijakan.
PENGALAMAN PIAR
NTT6) DALAM MENDORONG KETERLIBATAN RAKYAT
PADA SETIAP TAHAPAN KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam konteks ini,
PIAR NTT hadir sebagai salah satu komponen masyarakat sipil yang melakukan
kontrol dan berusaha terlibat dalam berbagai proses perumusan kebijakan.
Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan hak dasar, selalu menjadi
perhatian PIAR NTT. Dalam berbagai pengalaman, PIAR NTT mengambil peran dalam
bentuk peningkatan kapasitas warga, fasilitator, analisis kebijakan,
dokumentasi dan publikasi, serta berupaya untuk terlibat bersama pengambil
kebijakan dalam setiap proses perumusan kebijakan.
Semua aktivitas
yang dilakukan merupakan suatu kerangka kerja Advokasi. Sehingga,
PIAR-NTT
dalam kerja-kerja advokasi selalu membangun sinergi gerakan dengan
bermain pada 3 (tiga) aras, yakni:
1.
Grass Root. Mendorong dan memperkuat kapasitas warga atau komunitas warga.
2.
Stakeholder. Mendorong penguatan jaringan atau relasi dari berbagai unsur yang memiliki potensi
masing-masing.
3.
Decision Makers. Mendorong konsistensi pengambil kebijakan untuk merumuskan dan melahirkan kebijakan yang berpihak
pada kepentingan rakyat.
Terkait dengan
pengalaman yang ada, PIAR NTT berupaya untuk membuka forum-forum diskusi multi
stakeholder sehingga mampu memberikan rekomendasi kebijakan kepada pengambil
kebijakan. Multi stakeholder forum harus melibatkan berbagai pihak yang
menguasai maupun terlibat langsung dengan isu yang dijajaki untuk diberi
rekomendasi. Sebagai salah contoh, PIAR NTT memfasilitasi Taskforce Kebijakan
Publik NTT yag terus berupaya untuk memberikan masukan kepada legislatif ketika
akan merumuskan kebijakan.
Dalam konteks
implementasi kebijakan, peran yang dilakukan adalah melakukan analisis
kebijakan maupun membangun relasi dalam upaya mensosialisasi kebijakan yang
benar-benar berpihak pada rakyat. Salah satu contohnya adalah melakukan bedah
kebijakan anggaran daerah untuk mengetahui sejauhmana keberpihakan anggaran
kepada kebutuhan rakyat.
Setiap kebijakan
yang ada, perlu diawasi proses implementasinya, sehingga benar-benar berjalanan
sesusi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menguntungkan masyarakat. Sebagai
contoh, PIAR NTT melakukan pemantauan Penerimaan Siswa Baru di Kota Kupang.
CATATAN PENUTUP
Demikianlah
sumbangan pemikiran saya mengenai Rakyat dan Kebijakan Publik, kiranya
bermanfaat dan ini dapat mengantarkan kita pada suatu diskusi yang lebih luas.
1) Materi ini dipresentasikan dalam Diskusi Panel dengan
thema, “MASYARAKAT SIPIL DAN UPAYA PENANGGULANGAN AIDS”, yang dilaksanakan oleh
Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI), di Hotel Romyta, Kota Kupang,
pada tanggal 24 Agustus 2012.
2) Aktivis PIAR NTT.
3)
Dalam pengertian yang lebih “longgar” kebijakan public bisa dipahami sebagai suatu
hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya
secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama
dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik
yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang
berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan
publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau
Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut
berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
4) Pada
masing-masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional
arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat
hierarkinya. Sementara pattern interaction adalah pola interaksi antara
pelaksana kebijakan paling bawah (street level bureaucrat) dengan
kelompok sasaran (target group) kebijakan yang menunjukkan pola
pelaksanaan kebijakan yang menentukan dampak (outcome) dari kebijakan
tersebut. Hasil suatu kebijakan dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan akan
ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik (feedback) bagi
semua level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah perbaikkan atau
peningkatan kebijakan.
5) Pengalaman
bernegara di Indonesia pada era ORBA (mungkin termasuk juga di era reformasi),
rakyat belum dilibatkan untuk ikut mempengaruhi secara signifikan proses-proses
pengambilan keputusan/kebijakan yang berkaitan erat dengan kehidupan mereka.
Pada hal, sudah menjadi rahasia umum bahwa proses demokratisasi yang sehat
mensyaratkan adanya partisipasi politik yang otonom dari rakyat. Partisipasi
politik yang otonom ini, hanya dapat
dimungkinkan jika rakyat cukup terdidik secara politik.
6) Perkumpulan
Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR), adalah organisasi non
pemerintah yang bersifat independent dan non profit di NTT yang pendiriannya
telah dilegalformalkan dengan Akte Notaris Nomor 71 pada tanggal 15 Nopember
2002, dan terdaftar pada Pengadilan Negeri Kupang, dengan nomor 1/AN/PIAR/Lgs/2002/PN.KPG,
pada tanggal, 23 November 2002. PIAR NTT dalam kerja-kerjanya konsern pada isue
Hak Asasi Manusia, Penegakan Hukum, Pemberantasan Korupsi dan kebijakan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar