ADI - IRENE - GIAN - GIBRAL

Senin, 15 Oktober 2012

RAKYAT DAN KEBIJAKAN PUBLIK


RAKYAT DAN KEBIJAKAN PUBLIK1)
Oleh. Adi Nange2)


CATATAN PEMBUKA
Sesuai dengan Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh penyelenggara kegiatan ini kepada saya, maka pada kesempatan ini saya diminta untuk menyampaikan pemikiran mengenai: “Kebijakan yang Mendorong Pelibatan Aktif Orang Terinveksi HIV dalam Penanggulangan AIDS di Kabupaten Kupang”. Namun tanpa seijin penyelenggara kegiatan, saya merubah judulnya menjadi sebagaimana yang tertera dalam makalah ini dengan maksud untuk tujuan yang ingin dicapai panitia dari kegiatan ini bisa terpenuhi. Untuk itu saya mohon maaf.
Agar diskusi ini lebih terfokus pada judul, maka makalah ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut: Pertama, Catatan Pembuka. Kedua, Memahami Kebijakan Publik. Ketiga, Partisipasi Rakyat Dalam Setiap Tahapan Kebijakan Publik. Keempat, Pengalaman PIAR NTT dalam mendorong keterlibatan rakyat pada Setiap Tahapan Kebijakan Publik. Kelima, Catatan Penutup.

MEMAHAMI KEBIJAKAN PUBLIK
Dari berbagai kepustakaan, disebutkan bahwa kebijakan publik atau public policy adalah suatu aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (William Dunn, 1998:24)3).
Setiap kebijakan publik mempunyai tujuan-tujuan baik yang berorientasi pencapian tujuan maupuan pemecahan masalah ataupun kombinasi dari keduanya. Secara padat Tachjan (Diktat Kuliah Kebijakan Publik, 2006ii:31) menjelaskan tentang tujuan kebijakan publik bahwa tujuan kebijakan publik adalah dapat diperolehnya nilai-nilai oleh publik baik yang bertalian dengan public goods (barang publik) maupun public service (jasa publik). Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan oleh publik untuk meningkatkan kualitas hidup baik fisik maupun non-fisik.
Berdasarkan teori yang dikemukakan Bromley dalam Tachjan (2006ii:17), kebijakan publik memiliki tiga tingkatan yang berbeda berdasarkan hierarki kebijakan, yaitu: policy level, organizational level, operational level. Dalam suatu negara demokratis policy level diperankan oleh lembaga yudikatif dan legislatif, sedang organizational level diperankan oleh lembaga eksekutif. Selanjutnya operational level dilaksanakan oleh satuan pelaksana seperti kedinasan, kelembagaan atau kementerian4).
Dalam pembuatan kebijakan publik ada 6 (enam) indikator yang saling berkaitan dan harus diperhatikan, yakni: Pertama, INPUT/Masukan. Input ini biasanya meliputi potensi/sumberdaya (Manuasia, Dana, Fasilitas Penunjang) yang diperlukan dan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan. Kedua, PROSES. Upaya yang dilakukan dalam rangka merubah Input menjadi Output. Ketiga, OUTPUT/KELUARAN. Sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan baik berupa fisik maupun non fisik. Keempat, OUTCOME/HASIL. Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Output atau hasil nyata yang diperoleh setelah adanya Output. Kelima, BENEFIT/DAMPAK. Manfaat yang diperoleh dari adanya indikator hasil. Keenam, IMPACT/DAMPAK. Pengaruh yang ditimbulkan dari adanya manfaat yang diperoleh dari hasil suatu kegiatan yang lebih bersifat makro atau regional.
Kebijakan public juga idealnya memilki siklus/tahapan terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu: Perumusan kebijakan. Implementasi kebijakan, serta Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan. dengan siklus seperti ini, maka efektivitas suatu kebijakan publik sangat ditentukan oleh proses kebijakan yang terdiri dari formulasi, implementasi serta evaluasi. Ketiga aktivitas pokok proses kebijakan tersebut mempunyai hubungan kausalitas serta berpola siklikal atau bersiklus secara terus menerus sampai suatu masalah publik atau tujuan tertentu tercapai.


PARTISIPASI RAKYAT DALAM SETIAP TAHAPAN KEBIJAKAN PUBLIK
Tidak ada demokrasi tanpa partisipasi rakyat5). Dalam konteks bernegara, partisipasi dipahami sebagi persoalan relasi kekuasaan, atau relasi ekonomi politik, yang dianjurkan oleh demokrasi. Pada tataran governance, partirtisipasi rakyat merupakan korelasi antara negara (pemerintah) dan rakyat. Negara adalah pusat kekuasaan kewenngan dan kebijaksanaan yang mengatur (mengelola) alokasi barang-barang (sumber daya) publik pada rakyat. Sedangkan di dalam rakyat terdapat hak sipil dan hak politik, kekuatan masa dan kebutuhan hidup, dll. Dengan demikian partisipasi adalah jembatan penghubung antara negara dan masyarakat agar pengelolaan barang-barang publik membuahkan kesejahteraan dan human well being.
Dari sudut pandang negara, demokrasi mengajarkan partisipasi sangat dibutuhkan untuk membangun pemerintahan yang akuntabel, transparan dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Tiadanya partisipasi menabur pemerintahan yang otoriter dan korup, dari sisi rakyat, partisipasi adalah kunci pemberdayaan, atau penguatan peran. Partisipasi memberikan ruang dan kapasitas rakyat untuk kebutuhan dan hak-hak mereka, mengembangkan potensi dan prakarsa lokal, mengefektifkan peran rakyat serta membangun kemandirian masyarakat.
Dalam konteks governance, partisipasi menempatkan pada posisi yang sebenarnya (Sutoro Eko: 2003) Pertama, rakyat bukanlah hamba (client) melainkan sebagai warga negara (citizen). Jika hamba memperlihatkan kepatuhan secara total, maka konsep warga negara menganggap bahwa setiap individu adalah pribadi yang utuh dan mempunyai hak penuh untuk memiliki. Kedua, rakyat bukan dalam posisi yang diperintah tetapi sebagai partner pemerintah dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan. Ketiga, partisipasi bukanlah pemeberian pemerintah tetapi sebagai hak rakyat sebagai warga negara. Keempat, rakyat bukan sebagai sekedar objek pasif penerima manfaat kebijakan pemerintah, tetapi sebagai aktor atau subjek yang aktif menentukan kebijakan.
Makna subtantif dari partisipasi rakyat adalah kontrol rakyat terhadap lingkungan komunitasnya maupun proses politik yang terkait dengan pemerintah. Secara teori, control rakyat dapat meliputi kontrol internal (self-control) dan kontrol eksternal. Artinya kontrol bukan saja menyangkut kapasitas rakyat melakukan pengawasan (pemantauan) terhadap kebijakan (implementasi dan resiko) dan tindakan pemerintah, tetapi juga kemampuan rakyat melakukan penilaian secara kritis dan reflektif terhadap resiko-resiko atas tindakan mereka.
Dalam kaitannya dengan kebijakan publik, rakyat dapat berpartisipasi dalam setiap tahapan, yakni mulai dari Perumusan kebijakan. Implementasi kebijakan, serta Pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan.  

PENGALAMAN PIAR NTT6) DALAM MENDORONG KETERLIBATAN RAKYAT PADA SETIAP TAHAPAN KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam konteks ini, PIAR NTT hadir sebagai salah satu komponen masyarakat sipil yang melakukan kontrol dan berusaha terlibat dalam berbagai proses perumusan kebijakan. Berbagai kebijakan yang berkaitan dengan pemenuhan hak dasar, selalu menjadi perhatian PIAR NTT. Dalam berbagai pengalaman, PIAR NTT mengambil peran dalam bentuk peningkatan kapasitas warga, fasilitator, analisis kebijakan, dokumentasi dan publikasi, serta berupaya untuk terlibat bersama pengambil kebijakan dalam setiap proses perumusan kebijakan.
Semua aktivitas yang dilakukan merupakan suatu kerangka kerja Advokasi. Sehingga,
PIAR-NTT  dalam kerja-kerja advokasi selalu membangun sinergi gerakan dengan bermain pada 3 (tiga) aras, yakni: 
1.      Grass Root.  Mendorong dan memperkuat kapasitas warga atau komunitas warga.
2.      Stakeholder. Mendorong penguatan jaringan atau relasi dari berbagai unsur yang memiliki potensi masing-masing.
3.      Decision Makers. Mendorong konsistensi pengambil kebijakan untuk merumuskan dan melahirkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Terkait dengan pengalaman yang ada, PIAR NTT berupaya untuk membuka forum-forum diskusi multi stakeholder sehingga mampu memberikan rekomendasi kebijakan kepada pengambil kebijakan. Multi stakeholder forum harus melibatkan berbagai pihak yang menguasai maupun terlibat langsung dengan isu yang dijajaki untuk diberi rekomendasi. Sebagai salah contoh, PIAR NTT memfasilitasi Taskforce Kebijakan Publik NTT yag terus berupaya untuk memberikan masukan kepada legislatif ketika akan merumuskan kebijakan.
Dalam konteks implementasi kebijakan, peran yang dilakukan adalah melakukan analisis kebijakan maupun membangun relasi dalam upaya mensosialisasi kebijakan yang benar-benar berpihak pada rakyat. Salah satu contohnya adalah melakukan bedah kebijakan anggaran daerah untuk mengetahui sejauhmana keberpihakan anggaran kepada kebutuhan rakyat.
Setiap kebijakan yang ada, perlu diawasi proses implementasinya, sehingga benar-benar berjalanan sesusi dengan nilai-nilai kemanusiaan dan menguntungkan masyarakat. Sebagai contoh, PIAR NTT melakukan pemantauan Penerimaan Siswa Baru di Kota Kupang.

CATATAN PENUTUP
Demikianlah sumbangan pemikiran saya mengenai Rakyat dan Kebijakan Publik, kiranya bermanfaat dan ini dapat mengantarkan kita pada suatu diskusi yang lebih luas.


1) Materi ini dipresentasikan dalam Diskusi Panel dengan thema, “MASYARAKAT SIPIL DAN UPAYA PENANGGULANGAN AIDS”, yang dilaksanakan oleh Jaringan Orang Terinfeksi HIV Indonesia (JOTHI), di Hotel Romyta, Kota Kupang, pada tanggal 24 Agustus 2012.
2) Aktivis PIAR NTT.
3) Dalam pengertian yang lebih “longgar” kebijakan public bisa dipahami sebagai suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.
4) Pada masing-masing level, kebijakan publik diwujudkan dalam bentuk institutional arrangement atau peraturan perundangan yang disesuaikan dengan tingkat hierarkinya. Sementara pattern interaction adalah pola interaksi antara pelaksana kebijakan paling bawah (street level bureaucrat) dengan kelompok sasaran (target group) kebijakan yang menunjukkan pola pelaksanaan kebijakan yang menentukan dampak (outcome) dari kebijakan tersebut. Hasil suatu kebijakan dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan akan ditinjau kembali (assesment) untuk menjadi umpan balik (feedback) bagi semua level kebijakan yang diharapkan terjadi sebuah perbaikkan atau peningkatan kebijakan.
5) Pengalaman bernegara di Indonesia pada era ORBA (mungkin termasuk juga di era reformasi), rakyat belum dilibatkan untuk ikut mempengaruhi secara signifikan proses-proses pengambilan keputusan/kebijakan yang berkaitan erat dengan kehidupan mereka. Pada hal, sudah menjadi rahasia umum bahwa proses demokratisasi yang sehat mensyaratkan adanya partisipasi politik yang otonom dari rakyat. Partisipasi politik yang otonom ini, hanya  dapat dimungkinkan jika rakyat cukup terdidik secara politik.
6) Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR), adalah organisasi non pemerintah yang bersifat independent dan non profit di NTT yang pendiriannya telah dilegalformalkan dengan Akte Notaris Nomor 71 pada tanggal 15 Nopember 2002, dan terdaftar pada Pengadilan Negeri Kupang, dengan nomor 1/AN/PIAR/Lgs/2002/PN.KPG, pada tanggal, 23 November 2002. PIAR NTT dalam kerja-kerjanya konsern pada isue Hak Asasi Manusia, Penegakan Hukum, Pemberantasan Korupsi dan kebijakan publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TRANLATE:


Kamus Orisinil:


Twitter Facebook Delicious Google Delicious Stumbleupon Delicious Technorati Reddit GoogleBuzz Buzz Myspace yahoo Favorites More

Berlangganan Artikel

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner